Penulis : Harry Yulianto (Akademisi STIE YPUP Makassar)
Radar Waktu, Opini – Efisiensi anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) menjadi isu krusial pada kebijakan fiskal Indonesia. Pemerintah terus berupaya melakukan optimalisasi belanja negara guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Menurut Keynes (1936) dalam The General Theory of Employment, Interest, and Money, pengeluaran pemerintah berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui efek multiplier. Namun, peningkatan efektivitas belanja negara menjadi tantangan utama agar tidak terjadi inefisiensi yang berdampak terhadap pemborosan anggaran negara.
Pada beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan berbagai strategi efisiensi, termasuk pemangkasan anggaran non-prioritas, digitalisasi sistem keuangan, maupun evaluasi berbasis kinerja. Strategi tersebut dilakukan untuk mengalokasikan anggaran ke sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, maupun kesehatan. Namun, implementasi kebijakan efisiensi tersebut masih menghadapi kendala birokrasi yang kompleks serta ketidaksesuaian antara perencanaan dan realisasi anggaran.
Selain itu, fenomena underspending (serapan anggaran) yang belum optimal pada beberapa K/L juga menjadi tantangan. Anggaran belanja K/L yang tidak terserap secara optimal, dapat menghambat efektivitas belanja negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Efisiensi yang diharapkan, justru dapat berbalik menjadi ketidakefisienan, apabila tidak diiringi dengan perencanaan, implementasi, pengendalian dan evaluasi yang tepat.
Tantangan Efisiensi Anggaran terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Efisiensi anggaran memiliki dampak langsung terhadap target pertumbuhan ekonomi makro. Di satu sisi, pengurangan anggaran pada sektor yang tidak produktif dapat meningkatkan efektivitas fiskal. Namun, di sisi lain, pemangkasan anggaran yang tidak terencana dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Teori Growth Diagnostic yang dikembangkan Hausmann, Rodrik, dan Velasco (2005) menekankan bahwa kebijakan fiskal yang tidak tepat sasaran dapat menjadi hambatan utama bagi pertumbuhan ekonomi.
Tantangan utamanya yakni memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak mengorbankan stimulus ekonomi. Menurut Keynes (1936), belanja pemerintah memiliki peran penting dalam meningkatkan permintaan agregat, terutama pada kondisi ekonomi yang lesu. Jika pemangkasan anggaran dilakukan secara masif tanpa mempertimbangkan dampak terhadap konsumsi dan investasi, maka pertumbuhan ekonomi dapat melambat.
Selain itu, harmonisasi antara kebijakan fiskal dan moneter menjadi tantangan tersendiri. Menurut Friedman (1968) dalam The Role of Monetary Policy, kebijakan fiskal yang tidak sinkron dengan kebijakan moneter dapat menyebabkan ketidakseimbangan makroekonomi. Jika efisiensi anggaran dapat mengurangi pengeluaran pemerintah secara drastis, tetapi kebijakan moneter tidak memberikan stimulus yang cukup, maka investasi dan konsumsi domestik bisa terhambat.
Tantangan lainnya yakni realokasi anggaran ke sektor prioritas. Menurut OECD (2022) dalam Performance-Based Budgeting in Practice, meskipun pemerintah telah mencoba menerapkan pendekatan performance-based budgeting, namun pelaksanaannya seringkali terhambat oleh kurangnya data yang akurat dan transparan. Tanpa data yang kuat, maka akan mengalami kesulitan untuk menentukan sektor mana yang benar-benar membutuhkan alokasi anggaran yang lebih besar.
Dampak sosial dari efisiensi anggaran juga perlu diperhitungkan. Pemangkasan anggaran yang tidak tepat dapat berdampak terhadap penurunan layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan, sehingga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Menurut Acemoglu dan Robinson (2012) dalam Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty, investasi pada institusi yang kuat dan layanan publik berkualitas tinggi, akan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Efisiensi Anggaran dalam Memacu Investasi dan Konsumsi Domestik
Agar efisiensi anggaran K/L tetap mendukung pertumbuhan ekonomi, diperlukan strategi pengelolaan yang tepat. Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan adalah realokasi anggaran ke sektor yang memiliki dampak multiplier tinggi, seperti infrastruktur dan UMKM. Menurut teori Multiplier Effect yang disampaikan oleh Samuelson (1955) dalam Economics: An Introductory Analysis, setiap peningkatan belanja pemerintah di sektor produktif, dapat menghasilkan efek berganda terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pemerintah perlu memperkuat mekanisme monitoring dan evaluasi berbasis data. Menurut laporan World Bank (2021) dalam Digital Government for Development, implementasi teknologi digital pada sistem keuangan negara dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran. Dengan begitu, kebocoran anggaran dan inefisiensi dapat diminimalkan, sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberikan dampak ekonomi secara maksimal.
Reformasi birokrasi juga menjadi faktor kunci dalam efektivitas anggaran. Menurut North (1990) dalam Institutions, Institutional Change, and Economic Performance, institusi yang efisien dan tata kelola yang baik dapat meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal. Perampingan prosedur birokrasi, penyederhanaan regulasi, dan peningkatan kapasitas SDM di sektor pemerintahan perlu dilakukan agar anggaran yang dialokasikan dapat terserap secara optimal.
Untuk meningkatkan konsumsi domestik, pemerintah dapat mendorong program subsidi dan insentif pajak yang lebih tepat sasaran. Menurut Mankiw (2019) dalam Macroeconomics, kebijakan fiskal yang mendukung daya beli masyarakat akan berkontribusi terhadap peningkatan permintaan agregat, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Transformasi Pengelolaan Anggaran Sebagai Katalis
Efisiensi anggaran K/L bukan sekadar pemangkasan belanja, tetapi transformasi dalam pengelolaan keuangan negara yang lebih efektif dan produktif. Menemukan keseimbangan antara penghematan dan pertumbuhan ekonomi makro sebagai tantangan yang harus dijawab dengan kebijakan yang berbasis data dan evaluasi berkelanjutan. Pemerintah harus mampu merancang kebijakan fiskal yang fleksibel, namun tetap berorientasi pada pertumbuhan jangka panjang.
Pada target pertumbuhan jangka panjang, transformasi pengelolaam anggaran yang sukses akan menghasilkan struktur ekonomi yang lebih kuat dan berdaya saing. Seperti yang dikatakan Schumpeter (1942) dalam Capitalism, Socialism, and Democracy yang memperkenalkan konsep “destruksi kreatif” untuk menggambarkan bagaimana inovasi dalam kapitalisme secara terus-menerus menggantikan struktur ekonomi lama dengan yang baru.
Schumpeter menekankan bahwa inovasi sebagai elemen kunci dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, karena proses tersebut akan mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi melalui penggantian metode produksi yang usang dengan metode baru yang lebih efisien. Artinya, kebijakan ekonomi yang mendorong inovasi dan destruksi kreatif dianggap esensial untuk mencapai pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Strategi efisiensi anggaran harus disertai dengan reformasi struktural yang mendorong produktivitas dan investasi.
Selain itu, perlu dipastikan bahwa kebijakan efisiensi tidak akan pernah mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Efisiensi anggaran yang sukses harus mampu menyeimbangkan antara pemotongan biaya dan penciptaan nilai tambah bagi perekonomian. Sebagaimana dikatakan oleh Adam Smith (1776) dalam karyanya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, yang menyebutkan “The wealth of a nation lies in its ability to effectively allocate resources.”
Pada konteks anggaran negara, efektivitas alokasi sumber daya berarti bahwa belanja pemerintah harus diarahkan pada sektor-sektor yang memberikan dampak ekonomi terbesar, Jika anggaran dikelola dengan baik dan tidak banyak terbuang pada birokrasi yang berbelit ataupun perilaku koruptif, maka daya saing ekonomi bangsa akan meningkat, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja, serta mendorong investasi dan konsumsi domestik.
Konsep Smith (1776) masih relevan hingga saat ini, terutama pada kebijakan ekonomi yang berorientasi pada efisiensi fiskal dan optimalisasi penggunaan sumber daya. Negara yang berhasil mengalokasikan sumber dayanya dengan bijak, maka akan lebih unggul dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata. Kekayaan suatu bangsa tidak hanya diukur dari jumlah sumber daya yang dimiliki, tetapi lebih pada bagaimana sumber daya tersebut digunakan secara efektif untuk menciptakan nilai tambah bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya.
Beberapa tantangan yang muncul harus dijawab dengan pendekatan yang smart dan berbasis bukti konkret untuk menemukan titik keseimbangan antara penghematan dan pertumbuhan ekonomi makro. Melalui strategi yang tepat, efisiensi anggaran tidak hanya akan menghemat pengeluaran, tetapi juga dapat menjadi katalis (pemicu) bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Efisiensi anggaran bukan hanya tentang pemotongan biaya, tetapi juga tentang bagaimana memaksimalkan manfaat ekonomi dan sosial dari setiap pengeluaran pemerintah. Efisiensi anggaran yang baik akan menciptakan pertumbuhan yang inklusif, dimana manfaatnya dirasakan oleh semua kalangan dan berkelanjutan, sehingga pertumbuhan ekonomi akan terus berkembang dalam jangka panjang, tanpa merusak kelestarian lingkungan dan tanpa mengorbankan kesejahteraan generasi mendatang.
Komentar